Haruskah Menulis?
Menulis, jadi peran yang sepertinya makin terpinggirkan di negeri ini. Banyak orang berlomba untuk merekam momen dalam bentuk video atau setidaknya foto untuk setiap kegiatan. “Lebih menarik, lebih deskriptif,” adalah alasan yang paling mudah untuk jadi justifikasi kenapa kita merekam dengan format video atau foto. Sebagian kecil lain, mulai banyak menggunakan audio yang disematkan ke gambar atau video tanpa muka sebagai suara latar atau narasi pendamping.
Lalu di mana menulis?
Menulis selama berabad-abad berfungsi sebagai alat peradaban untuk menyampaikan banyak hal. Menulis dan tulisan adalah bentuk komunikasi yang cenderung netral, objektif dan nir-emosi. Itu kenapa menulis cenderung cocok untuk naskah-naskah yang bersifat kaku dan dingin seperti dokumen hukum, naskah teknis, peraturan undang-undang, dan sejenisnya. Di masa awal kemampuan manusia menulis, tulisan yang lahir adalah berupa peraturan hukum, di Sumeria.
Ribuan tahun kemudian, menulis seperti bagian dari sehari-hari. Kita membaca tulisan di mana-mana, di realita sehari-hari, di jagad maya, dan mungkin di dunia mimpi juga. Tidak ada hari tanpa tulisan. Dengan fakta ini, ada tulisan maka jelas ada penulisnya. Seiring waktu, sepertinya kondisi menulis menjadi berubah. Hadirnya akal imitasi (AI), mulai menggantikan peran para penulis untuk menulis naskah-naskah sehari-hari.
AI tidak harus mendapatkan perintah dari manusia seperti layaknya komputer. Dia sudah mendekati peran sebagai agen independen yang kita hanya perlu untuk memberinya instruksi, lalu dia akan menulis secara mandiri. Peran manusia kemudian berubah, dari yang dulu harus aktif menulis, sekarang hanya perlu untuk menjadi editor, kurator, memilah, menyunting lalu menyetujui. Tidak ada lagi menulis seperti yang dulu kita kenal.
Tidak harus ada penulis untuk setiap tulisan. Sudah ada AI yang menuliskan. Apakah mungkin kita sebut AI sebagai penulis? Entah, biar urusan filsuf dan ahli hukum saja yang memikirkan. Bagi saya, yang saat ini masih menulis, hanya perlu memikirkan pertanyaan sederhana, haruskah kita menulis? Mengapa menulis?
Untuk menjawabnya, saya mencoba untuk membaca-baca lagi motivasi para penulis yang mendaftarkan diri ke Komunitas Blogger M. Tercatat sejak bulan September lalu, saya menambahkan kolom “Apa Harapanmu Menulis di Medium?” Pertanyaan ini adalah untuk memetakan motivasi, motif, juga mimpi seorang penulis. Dari pertanyaan ini saya coba untuk memperkirakan, apa bantuan yang bisa KBM berikan pada para penulis.
Ada beragam harapan tentang menulis dari para penulis itu. Dari sekian banyak tanggapan, setidaknya saya bisa mengambil beberapa kelompok:
- Menulis untuk membangun kebiasaan
- Menulis untuk berlatih kemampuan
- Menulis untuk mendapat uang
- Menulis untuk “menjadi abadi”
Empat harapan ini adalah yang mungkin paling populer di antara sekian banyak tanggapan yang terkumpul.
Lalu apa tindaklanjutnya dari harapan-harapan itu?
Sayangnya, tidak semua penulis yang sudah menjelaskan harapannya, akhirnya menulis di Medium. Mendaftar saja, lalu sama sekali tidak menulis. Jumlahnya mungkin mencapai 80% (saya tidak benar-benar menghitung) penulis tidak menulis dalam sebulan kemudian.
Saya pun bertanya-tanya, mengapa? Apa yang sebenarnya terjadi? Adakah halangan untuk orang-orang ini menulis? Apa halangannya? Uang? Kesempatan? Waktu? Kemampuan? atau apa?
Dari sekian pertanyaan lanjutan, saya juga mengarah ke puncak pertanyaan. Haruskah menulis? Mengapa menulis?
Seperti yang saya jelaskan di awal, jagad maya dan analog yang begitu luas mengakomodir banyak sekali bentuk format konten. Saat ini, bentuk yang sangat efektif dan trendi untuk orang buat adalah karya dalam bentuk video dan foto. Platform Youtube, tidak ada tanda-tanda untuk mati. Tiktok penantang baru yang langsung berhasil tanpa ada perlawanan berarti. Instagram sebagai platform berbasis foto dan gambar, telah lama eksis dan menjadi bagian dari sehari-hari masyarakat.
Platform menulis? Sepertinya belum seberuntung itu. Memang ada Facebook, Linkedin, Twitter yang menjadi X. Lalu muncul Threads. Keempat platform ini semua berawal dari tulisan. Namun mengikuti tren, memaksimalkan dan membangun platformnya untuk mengoptimalkan peran video dan foto. “Lebih engage, lebih interaktif.”
Tulisan kemudian harus terpinggirkan ke bagian takarir. Penjelasan tambahan, bukan lagi materi pesan utama. Kalau masih bingung dengan video atau fotonya, barulah membaca. Membaca seperti sudah tidak jadi prioritas. Hanya sebagai pelengkap. Tanpa teks deskripsi, tanpa takarir, materinya seperti sudah bisa hidup sendiri.
Namun meski nasib menulis seperti kelam dan tidak ada harapan baru, di Medium saya menemukan begitu banyak penulis yang menulis. Kebanyakan orang masih aktif menulis di sini meski mayoritas adalah bukan orang Indonesia. Sebagian kecil mulai menggunakan AI. Dengan berbagai motif dan tujuan. Foto dan video hanya menjadi pelengkap.
Sayangnya, Medium adalah platform minor. Jauh lebih sepi jika kita bandingkan dengan platform media sosial yang penggunanya telah mencapai ratusan juta orang. Medium, mungkin semacam pojok warung yang berisi orang-orang tertenu saja? Atau malah sebenarnya periuk kecil yang terisolasi menunggu isinya mengering.
Seperti biasa, nawala ini memang saya tujukan untuk menjadi pemantik penulis bukan untuk demotivasi. Dengan pertanyaan, “haruskah menulis?” Saya berusaha untuk memberikan perspektif dan mungkin alasan yang kuat. Benarkah kita harus menulis? Jika tidak, maka apa? Dari pengalaman dan pengetahuan saya, tulisan yang disajikan apa adanya dalam bentuk tulisan adalah preferensi. Kita bisa menulis untuk kemudian dialih bentuk, menjadi apapun yang kita inginkan termasuk video.
Dengan begitu dominannya format informasi dalam video, menulis memang sedikit terpinggirkan. Namun bukan berarti pantas untuk kita tinggalkan. Beberapa orang yang benar-benar menemukan alasan, akhirnya terus menulis dengan cara, dengan motifnya masing-masing. Di Medium, saya berusaha untuk menemukan alasan-alasan itu. Ditulis oleh penulis yang tidak hanya berharap untuk menulis, tapi benar-benar menuliskannya. Sebagian menjadi aktif menulis, sebagian tidak. Tidak masalah, yang penting benar-benar menulis.
Berikut adalah beberapa tulisan berkaitan, saya coba kumpulkan sebagai tulisan rekomendasi.
Nah, jika kamu ingin menemukan beragam alasan mengapa menulis. Kamu bisa baca-baca tulisan rekomendasi pekan ini.
Berikut adalah lima tulisan gratis tanpa payar (paywall) rekomendasi pekan ini.
- Alasan Saya Menulis oleh
- Istri Saya Adalah Alasan Kenapa Saya Kembali Menulis oleh , (sekarang )
- Aku Menemukan Alasan lain Mengapa Aku Menulis oleh
- Sudah Berhenti Sebagai Jurnalis, Mengapa Masih Aktif Menulis? oleh
- Saya menulis untuk berbicara oleh
Untuk kamu yang sudah menjadi Member Medium, kamu bisa baca lima tulisan berpayar ini
Wara Acara
- Kumpul pekanan Writers KBM
Untuk kamu yang ingin kumpul dan berinteraksi dengan sesama penulis di naungan KBM, kamu bisa kumpul bersama secara daring. Kamu boleh bebas berinteraksi dan tanya jawab seputar dunia kepenulisan di sini. Gratis. Kalau ingin bergabung bisa langsung aja gabung di Join Zoom Meeting:
Waktu ruang kumpul akan terbuka pada Minggu, pukul 20.00 WIB. Semua yang menerima nawala ini, bebas untuk hadir. Silakan jika kamu punya waktu. Kumpul KBM edisi 25 Mei 2025 akan ada yang akan berbagi cerita dan kebiasaannya menulis di Medium. - Kumpul KBM Luring (offline) di Jakarta
Untuk kamu penulis atau pembaca Medium yang berada di Jakarta, KBM adakan kumpul luring. Kita kumpul bercengkrama sambil ngobrol kepenulisan di . Kita bertemu tanggal 29 Mei 2025 pukul 16.00. Bebas datang untuk kamu yang punya waktu luang. Sampai jumpa di Jakarta ya!
Rekomendasi Alat
Platform berlatih berbahasa Inggris IELTS dengan bantuan kecerdasan buatan.
Platform yang mempermudah kita untuk mencatat keuangan dengan bantuan AI
Platform AI generatif yang bisa menghasilkan berbagai konten untuk berjualan.
Layanan digital lokal Indonesia yang memungkinkan para pekerja lepas menerbitkan invois secara ringkas dan mandiri.
Platform belajar bahasa dan aksara daerah asli Indonesia.
Rekomendasi Publikasi
- Penulis Indonesia
Untuk kamu yang ingin memperkenalkan diri sebagai penulis di Medium, kamu bisa ceritakan profil pribadimu di Pidim - Perspektif Perempuan
Publikasi yang fokus membahas tentang perspektif-perspektif perempuan. Cocok untuk kamu perempuan yang ingin berkumpul dan menulis.
Kamu mendapat nawala ini karena kamu berlangganan Newsletter Komunitas Blogger M (KBM)