Sitemap

Saya menulis untuk berbicara

3 min readSep 2, 2018

Jadi, beberapa waktu lalu akhirnya tulisan saya tentang alasan saya memakai hijab dimuat di salah satu portal online yang membahas tentang feminisme. Setelah sekian lama tulisan saya tidak terbit di portal online, akhirnya tulisan saya kembali ‘diakui’ lagi hehe. Senang? Pasti. Karena biasanya ‘kan saya hanya menulis melalui blogspot atau wordpress saja.

Singkat cerita, banyak yang memberikan selamat bahkan ada pula yang mengatakan, “Semangat terus untuk menulis ya!”. Sebuah suntikan semangat yang sangat berarti.

Lalu, apa sih alasan sebenarnya saya senang menulis dan terus ingin menulis?

Belajar mendengar.

Suatu ketika di akhir semester 7 masa perkuliahan saya, dosen mata kuliah menulis dan yang kebetulan dosen wali saya menyuruh kami membuat tugas yang sederhana; menulis tentang kota kelahiran. Apa saja yang kami tahu tentang kota kelahiran kami.

Singkatnya, saya tidak gagal dalam tugas itu tapi dosen saya menyayangkan kenapa tulisan saya tentang Jakarta sangatlah sedikit. Beliau berkata, “Kamu lahir dan besar di Jakarta, kamu hidup disana pun sudah lama. Dan kamu hanya menceritakan tentang Jakarta hanya di 1 lembar halaman ini? Kamu tidak kenal dengan kota kelahiran kamu ya?” Dan saya pun terdiam.

Lalu, beliau menambahkan, “Kalian tahu, untuk bisa menulis dengan baik kalian harus mau membaca. Bacalah banyak buku dengan berbagai genre. Dan mulailah menulis. Semua orang tentu bisa membaca dan menulis. Tapi tidak semua orang mau membaca dahulu lalu menulis. Itulah yang menyebabkan menulis itu menjadi sulit, karena tidak semua orang mau menulis.” Saya pun kembali terdiam.

Tulisan pertama saya, saya tulisan di akun blogspot saya dengan ‘Budaya Teh’ sebagai tema tulisannya. Mungkin karena saat itu banyak orang Indonesia yang senang minum teh dibanding kopi. Entah sih. Mulai saat itu, menulis adalah kegiatan wajib saya.

Dari sekeliling saya, saya belajar mengamati dan mendengar. Sulit? Iya pasti. Selain membaca memang hobi saya, mengamati dan mendengar sekeliling saya itupun menjadi hobi baru saya.

Ketika semua orang sibuk berdebat dengan pendapatnya masing-masing, saya pun ikut-ikutan berdebat lewat tulisan saja. Setidaknya, sedikit tidak membuat polusi suara kan ya? :)

Menulis itu mudah

Banyak penulis yang berkata bahwa menulis bagi mereka adalah curhatan yang tersirat. Coba bayangkan, menulis skripsi saja kalian harus lakukan penelitian panjang, memakai metode ini itu, lalu untuk menulis sebuah tulisan sederhana di blog saja masa kalian hanya memakai khayalan kalian saja? Menarik, tentu tapi feel nya tentu tidak akan didapat.

Makanya, kebanyakan tulisan saya adalah curhatan saya dan pengalaman saya. Banyak yang bilang, “Tulisanmu tidak berkonten, kebanyakan curhat.” atau “Tulisanmu itu tentang aku kan ya? Ngapain sih ditulis gitu?” atau bahkan yang lebih parah mengatakan, “Ada hal yang perlu kamu tulis ada hal yang tidak perlu kamu tulis, jangan jadikan semua drama, jangan jadikan semua jadi bahan tulisanmu, aku tidak suka.”

Apa saya terdiam dan berhenti menulis? Oh tentu tidak. Ucapan mereka malah jadi cambuk bagi saya untuk terus menulis, menulis dan menulis.

Lantas, apa yang membuat menulis menjadi tidak mudah? Diri saya sendiri.

Saya seringkali bertengkar dengan diri saya sendiri haruskah menulis tentang A atau tidak? Seringkali pula saya berdebat dengan mood saya untuk lanjut menulis atau tidak. Saya rasa, yang merasakan seperti ini bukan saya saja.

Kamu tahu yang saya lakukan? Membaca kembali tulisan-tulisan lama saya.

Saya bukan penulis, saya hanya senang menulis

Saya menulis karena saya memang senang menulis. Bukan untuk menyenangkan orang lain, tapi untuk menyenangkan diri saya sendiri. Jika fotografer membagikan ceritanya lewat potong-potongan gambar, saya senang berbagi lewat tulisan. Saya senang berbicara, saya senang bercerita.

Dan saya tak ingin dilabeli sebagai penulis. Terlalu berat, biar rindu saja (lho).

Saya hanya ingin dikenal sebagai saya yang senang menulis. Hanya itu. Jika tulisan saya kelak menjadi bekal dan masukan hingga memotivasi banyak orang, Alhamdulillah, berarti tulisan saya memang ada manfaatnya.

Jika tidak, biarkan saya terus menulis, agar saya bisa terus berbicara dan bercerita.

Kanya Suryadewi
Kanya Suryadewi

No responses yet