Aku Bukan Orang Gila
Tips untuk yang baru akan dan pertama kali pergi ke psikiater.
Isu kesehatan mental bukanlah hal yang baru di Indonesia. Banyak sekali kampanye yang dijalankan oleh berbagai lembaga untuk menaikkan kesadaran masyarakat sekaligus menghapuskan stigma buruk yang menghambat para penderita penyakit mental untuk keluar meminta pertolongan.
Menilik dari hasil survei yang dilakukan oleh YouGov pada 1,018 responden di Indonesia, satu dari tujuh orang (15%) pernah mengalami masalah kesehatan jiwa selama hidupnya. Gangguan kecemasan (anxiety disorder) menduduki peringkat pertama dengan 69% dan disusul oleh depresi di urutan kedua dengan persentase 58% [1].
Sayangnya, hanya dua dari lima orang yang berani untuk mencari pertolongan profesional. Mereka terhambat oleh faktor-faktor seperti ketidaktahuan mencari bantuan ke siapa, biaya untuk berobat, hingga stigma dari lingkungan sekitar.
Dalam rangka Hari Kesehatan Mental Sedunia, saya ingin mendedikasikan tulisan ini untuk teman-teman yang memiliki masalah kesehatan mental tetapi belum punya cukup keberanian untuk ‘keluar’ meminta pertolongan dari profesional, khususnya psikiater.
Sekilas Tentang Gangguan Kejiwaan
Gangguan kejiwaan atau penyakit mental merujuk pada sindrom yang mempengaruhi kemampuan kognisi, regulasi emosi, atau perilaku yang mencerminkan disfungsi pada aspek psikologis, biologis, maupun proses perkembangan fungsi kejiwaan [2].
Dari definisi tersebut, gangguan kejiwaan memiliki tipe yang luas dan beragam. Depresi adalah salah satu tipe gangguan jiwa yang umum terjadi di seluruh belahan dunia, diikuti dengan gangguan kecemasan (anxiety disorder). Gangguan jiwa lain yang juga memiliki angka pengidap yang cukup tinggi diantaranya :
- Bipolar disorder, adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan serangkaian episode mood swing mulai dari depresi hingga manic. Diperkirakan ada sekitar 45 juta orang yang mengidap kelainan bipolar di seluruh dunia [3].
- Skizofernia, merujuk pada kelainan jiwa yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berpikir, merasakan dan berperilaku secara normal. Gejala utamanya termasuk halusinasi, delusi dan pemikiran yang tidak teratur. Sekitar 20 juta orang memiliki kelainan mental ini [3].
- Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD), biasanya diakibatkan oleh suatu kejadian traumatis yang dialami atau disaksikan oleh seseorang. Kilas balik, mimpi buruk, dan kecemasan akut adalah beberapa pertanda munculnya PTSD. Pengidap PTSD diperkirakan mencapai angka 8 juta per tahun [4].
- Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), menyebabkan seseorang memiliki kondisi hiperaktif, impulsif dan kesulitan berkonsentrasi. Munculnya penyakit kejiwaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk faktor genetis dan lingkungan.
- Gangguan kepribadian, adalah kelainan yang mempengaruhi pola pikir dan perilaku seseorang dalam jangka waktu yang lama. Ada beberapa jenis gangguan kepribadian, mulai dari gangguan kepribadian borderline, gangguan kepribadian narsistik, hingga gangguan kepribadian paranoia dan delusional.
Kapan Harus Meminta Bantuan Psikiater
“Siapakah yang harus ditemui, psikolog atau psikiater?”
“Dalam kondisi apa saya harus menemui psikolog?”
“Kapankah saya harus menemui psikiater”?
Pertanyaan-pertanyaan di atas biasanya muncul ketika seseorang sedang mengalami gangguan kejiwaan dan bingung hendak meminta tolong kepada siapa. Nah, supaya tidak bingung, berikut informasi yang mungkin bisa menjadi panduan ketika memerlukan bantuan profesional.
Meskipun psikolog dan psikiater sama-sama berfokus pada isu gangguan kejiwaan, namun nyatanya keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaannya terletak pada latar belakang pendidikan dan metode pendekatan yang digunakan untuk mengobati penyakit kejiwaan [5].
Seorang psikolog menggunakan pendekatan observasi untuk menentukan kondisi kejiwaan pasiennya, misalnya melacak pola makan, pola tidur, ataupun pikiran negatif yang menimbulkan gangguan kejiwaan. Sedangkan psikiater berfokus pada aspek biologi dan neurokimia ketika memberikan diagnosis pada kesehatan jiwa seseorang, contohnya memperkirakan masalah tiroid sebagai salah satu faktor yang mendorong munculnya gangguan jiwa pada pasien.
Psikiater biasanya adalah seseorang yang memiliki gelar dokter, oleh sebab itu mereka memiliki keleluasaan untuk meresepkan obat-obatan bagi pasien dengan gangguan kejiwaan. Berbeda dengan psikolog yang tidak memiliki wewenang untuk meresepkan obat-obatan sebab latar belakang pendidikan yang bukan berasal dari bidang kedokteran.
Beberapa keadaan yang mengharuskan kamu untuk segera membuat temu janji dengan psikiater, yakni [6]:
- Muncul keinginan untuk bunuh diri (suicidal thought),
- Mulai menyakiti diri sendiri (self-harm),
- Mengalami delusi dan halusinasi,
- Merasa kesulitan untuk mengontrol emosi,
- Mulai melakukan hal-hal yang berbahaya sebagai sarana pelarian seperti menyalahgunakan obat-obatan ,
- Merasakan sakit di bagian tubuh secara tiba-tiba, misalnya sakit perut, sakit kepala, dan lain sebagainya,
- Mengalami kecemasan, kekhawatiran, atau kesedihan yang berlebihan.
Bila mengalami satu atau lebih dari tanda-tanda di atas, segeralah meminta pertolongan dari psikiater sebelum terjadi hal yang lebih buruk.
Tips Bertemu dengan Psikiater
Tidak bisa dipungkiri bahwa menemui psikiater membutuhkan keberanian besar dan tekad yang kuat untuk melawan stigma yang beredar di masyarakat, yakni ketika seseorang pergi ke psikiater atau rumah sakit jiwa, maka ia akan dianggap sebagai ‘orang gila’. Para pemula biasanya juga tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika menemui psikiater.
Jangan khawatir! Cobalah beberapa tips di bawah ini sebelum memulai sesi konseling dengan psikiater.
1. Ketahui alasan yang mendasari keinginan untuk bertemu psikiater
Poin ini memang agak sulit dilakukan apalagi ketika pikiran sedang dilanda kekalutan. Namun penting untuk mengetahui lebih dalam alasan yang mendasari keinginan untuk bertemu psikiater.
Adakan sesi berbincang yang dalam dengan dirimu sendiri. Tanyakan pada diri sendiri apa yang kamu rasakan, mengapa muncul keinginan tersebut, apakah itu hanya kesedihan yang dirasakan sementara atau memang kondisi serius yang membutuhkan pertolongan.
2. Berkonsultasi dengan psikolog
Pendapat kedua dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa keputusan untuk menemui psikiater sudah tepat. Cobalah untuk berkonsultasi dengan psikolog terlebih dahulu. Biasanya jika mereka menemukan beberapa pertanda yang mengarah pada kondisi yang lebih serius, mereka akan merekomendasikanmu untuk bertemu dengan psikiater untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Selain bertemu psikolog secara fisik, kini juga bisa berkomunikasi dengan psikolog kapanpun dan dimanapun melalui platform dan aplikasi konsultasi kesehatan daring.
3. Menemukan psikiater yang tepat
Psikiater yang tepat ini bukan hanya dari segi biaya dan reputasi, tetapi juga kecocokan preferensi. Beberapa orang lebih nyaman untuk berkonsultasi dengan psikiater dari jender yang sama. Perkirakan juga jarak dan waktu yang harus ditempuh untuk pergi ke tempat praktek psikiater. Biasanya psikiater melakukan praktek di beberapa tempat seperti rumah sakit jiwa dan klinik, oleh sebab itu penting untuk mencari tahu dengan baik jadwal praktek psikiater yang dituju.
4. Beritahu orang-orang terdekat
Memberitahu orang-orang terdekat penting agar mereka bisa memantau keadaanmu. Hubungilah orang-orang yang bisa kamu percaya dan tahu betul kondisimu saat itu. Katakan pada mereka bahwa kamu akan meminta bantuan dari psikiater. Mereka juga bisa dijadikan contact person untuk riwayat konsultasimu kelak.
5. Persiapkan dokumen yang dibutuhkan
Apakah kamu akan mendaftar dengan BPJS atau asuransi lainnya? Pastikan kamu sudah mempersiapkan dokumen yang sekiranya diperlukan untuk klaim baik klaim BPJS maupun klaim asuransi. Dokumen yang dibutuhkan misalnya fotokopi dan dokumen asli Kartu Identitas (KTP, SIM, KITAS), fotokopi Kartu Keluarga (KK), fotokopi dan dokumen asli kartu keanggotaan BPJS, dokumen asli Surat Rujukan dari Fasilitas Kesehatan I (Faskes I). Dokumen-dokumen ini akan ditanyakan pada saat registrasi.
Apabila kamu datang sebagai pasien mandiri, maka kamu cukup menyiapkan Kartu Identitas (KTP, SIM, KITAS).
6. Memulai konseling dengan psikiater
Setelah menyelesaikan pendaftaran, kamu akan diarahkan untuk bertemu dengan psikiater sesuai dengan pilihanmu. Di beberapa tempat, sebelum bertemu psikiater, kamu akan diperiksa terlebih dahulu oleh perawat. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan kesehatan dasar (tensi, tinggi dan berat badan) dan juga pemeriksaan kejiwaan dasar dimana kamu akan ditanyakan apa yang sedang dirasakan saat ini, bagaimana hal tersebut mempengaruhimu, dan lain sebagainya.
Ketika bertemu dengan psikiater, jangan lupa untuk selalu memperkenalkan diri. Hal ini selain untuk membangun hubungan yang lebih personal dengan psikiater juga untuk membantu psikiater meresepkan pengobatan yang sesuai.
7. Membangun kepercayaan dengan psikiater
Apapun yang pertama kali biasanya terasa asing dan sulit. Begitupun pertemuan pertama dengan psikiater. Kalian adalah dua orang yang sama-sama tidak mengenal satu sama lain dan kamu terlalu takut untuk mengungkapkan kondisi yang dirasakan kepada psikiater.
Cobalah menyingkirkan rasa takut tersebut dan mulai membangun kepercayaan pada psikiater dengan menanamkan pemikiran bahwa mereka adalah orang yang akan menolongmu keluar dari ‘kegelapan’.
8. Bersikap terbuka
Biasanya dalam pertemuan pertama, psikiater akan melakukan observasi pada pasiennya. Oleh karenanya, bersikap terbuka penting diterapkan agar sesi konseling berjalan dengan lancar.
Psikiater bukan paranormal yang bisa membaca pikiranmu dari jarak jauh, bagaimana mereka akan menolongmu jika kamu tidak bersikap jujur dan terbuka?
Ungkapkan apa yang kamu rasakan saat ini, apa yang membebani hatimu, dan lain sebagainya. Ceritakanlah secara runut kejadian-kejadian yang kamu alami. Tidak perlu khawatir ceritamu akan dinilai berlebihan, sebab psikiater yang baik tidak pernah menilai cerita pasiennya seaneh apapun itu.
Bersikap terbuka juga berarti bisa menerima masukan-masukan yang diberikan oleh psikiater terkait dengan kondisimu dan bagaimana kamu bisa menangani kondisi tersebut.
9. Tanyakan kapan sesi selanjutnya
Menanyakan kapan sesi selanjutnya adalah hal penting yang pantang dilewatkan. Hal ini berkaitan dengan terapi yang harus kamu jalani terkait dengan kondisimu. Kamu juga bisa mengatur jadwalmu dari jauh-jauh hari.
10. Meminta kontak psikiater
Kontak psikiater dibutuhkan apabila sewaktu-waktu kamu mengalami relapse, yakni kondisi dimana gejala-gejala kejiwaanmu kambuh, namun tidak bisa segera menemui psikiater.
Tanyakanlah secara sopan apakah kamu boleh menyimpan kontaknya. Apabila diperbolehkan, gunakanlah hanya ketika ada keperluan konseling mendadak.
11. Ucapkan terima kasih
Pertemuan pertamamu dengan psikiater mungkin tidak berjalan lancar, entah kamu mungkin masih gugup atau tidak nyaman. Namun jangan lupa untuk ucapkan terima kasih setiap kali sesi konseling berakhir, baik kepada psikiater maupun petugas lain yang melayanimu.
12. Konsumsi obat yang diberikan secara teratur
Di akhir sesi konseling, psikiater akan meresepkan obat yang harus kamu konsumsi untuk mengurangi gejala yang dirasakan. Tanyakan jenis dan dosis obat yang diberikan kepada psikiater. Perhatikan juga tata cara dan waktu konsumsinya.
Beberapa obat yang diresepkan untuk penyakit jiwa mengharuskan pasiennya meminum obat tersebut di jam tertentu. Itu berarti apabila psikiater memberi obat yang harus diminum setiap jam 9 malam, maka kamu harus meminumnya tepat di jam 9 malam setiap harinya sampai obatnya habis.
13. Ketahuilah bahwa ini semua adalah demi kebaikan dirimu
Menjalani konseling pertama kali dengan psikiater adalah sesuatu yang luar biasa. Tepuklah kedua pundakmu sebab keberanianmu untuk mengambil langkah pertama patut diapresiasi.
Tidak perlu merasa minder dengan julukan ‘orang gila’ atau apapun itu. Tanamkan pengertian bahwa semua yang kamu lakukan ini adalah demi kebaikanmu sendiri, sebab tidak ada yang bisa menyelamatkanmu selain dirimu sendiri.
Jalan untuk sembuh sepenuhnya masih sangat panjang, jadi kamu juga harus tetap bersemangat, ya!
Pada akhirnya, gangguan kejiwaan bukanlah suatu aib yang perlu ditutupi rapat-rapat. Gangguan jiwa adalah penyakit, sama halnya dengan penyakit lain seperti flu dan batuk yang membutuhkan bantuan medis, bedanya hanya penyakit ini tidak terlihat secara kasat mata.
Salam sehat jiwa!
Disclaimer : penulis tidak berafiliasi dengan platform daring manapun. Tulisan ini murni dibuat sebagai pengingat Hari Kesehatan Mental Sedunia.
Referensi :
[1] Ho, Kim. (2019). A quarter of Indonesians have experienced suicidal thoughts. YouGov. Disarikan dari .
[2] van Heugten-van der Kloet, D., & van Heugten, T. (2015). The classification of psychiatric disorders according to DSM-5 deserves an internationally standardized psychological test battery on symptom level. Frontiers in psychology, 6, 1108.
[3] World Health Organization (WHO). (2019). Mental disorders : fact sheet. Disarikan dari .
[4] US Department of Veteran Affairs. (2019). How common is PTSD in adults?. Disarikan dari
[5] Rehagen, Tony. (2015). Psychologist or Psychiatrist: Which Is Right for You?. Disarikan dari .
[6] Carandang, Dr. Carlo. (2014). 11 tell tale signs that it’s the time to see psychiatrist. Disarikan dari .