Mengapa AI Begitu Ditakuti?
Sebuah sudut pandang lain mengenai perkembangan kecerdasan buatan
Percakapan di bawah ini diubah dan diperbaiki oleh AI.
“AI akan menggantikan peran manusia,” pikir saya dalam sebuah diskusi di kelas.
“Menurut saya, AI tidak akan menggantikan manusia,” seorang rekan menyanggah. “Sebaliknya, AI akan membuka banyak peluang dan lapangan pekerjaan baru.”
“AI memang tidak akan menggantikan manusia,” timpal rekan yang lain, “tapi manusia yang menggunakan AI akan menggantikan manusia yang tidak menggunakan AI.”
Pernyataan itu membuat saya terdiam sejenak. Saya akhirnya bertanya,
“Kalau AI bisa melakukan berbagai pekerjaan manusia — bahkan menjadi ahli dalam satu bidang dan mampu mengambil keputusan — apa yang tersisa untuk dikerjakan manusia?”
Saya melanjutkan,
“AI akan menggantikan manusia seperti mesin yang dulu menggantikan pekerja kasar. Dulu, satu mesin dengan satu operator bisa menggantikan banyak pekerja. Sekarang, satu AI dengan satu operator berpotensi melakukan hal yang sama. Pertanyaannya, berapa banyak manusia yang akan kehilangan pekerjaan?”
Itulah argumen terakhir saya dalam diskusi tersebut, sebuah pertanyaan yang belum saya temukan jawabannya saat itu.
Perspektif Yuval Noah Harari terhadap Kecerdasan Buatan
Dalam bukunya Sapiens, Yuval Noah Harari menjelaskan bahwa kecerdasan buatan (AI) membawa perbedaan mendasar dibandingkan dengan alat-alat yang pernah digunakan manusia sepanjang sejarah.
Sebagian besar alat yang diciptakan manusia, seperti api, pisau, roda, hingga traktor, dirancang untuk memperkuat kemampuan fisik manusia atau membantu manusia menyelesaikan tugas tertentu dengan lebih efisien. Alat-alat ini, meskipun canggih pada masanya, tetap berada di bawah kendali manusia sepenuhnya.
Namun, AI adalah sesuatu yang berbeda. AI tidak hanya membantu manusia, tetapi juga berpotensi menggantikan manusia dalam pengambilan keputusan. Tentu saja hal ini merupakan hal yang mengerikan.
Membuat keputusan adalah keistimewaan manusia dengan akal budinya. Jika AI dipercayakan untuk mengambil keputusan, maka ini akan mengancam keberadaan manusia. Selain itu, AI juga dapat mengambil keputusan yang fatal bila dihadapkan pada situasi yang membutuhkan moral dan etika.
Polarisasi Penguasaan Teknologi
Dosen saya, Pak Nofie Iman, di UGM dalam mata kuliah Manajemen Informasi dan Inovasi Teknologi menyampaikan bahwa penguasaan teknologi berpotensi menyebabkan polarisasi, mengubah bentuk masyarakat dari distribusi normal (kiri) menjadi distribusi berbentuk U.
Artinya, akan terjadi polarisasi akibat penguasaan teknologi yang berdampak dalam perubahan kelas. Orang yang pandai menggunakan teknologi akan menjadi kelas atas, sedangkan orang yang tidak mampu menggunakan teknologi akan menjadi kelas bawah. Kelas menengah akan terus menyusut. Hal tersebut tentu akan diperparah dengan adanya AI.
Jika direnungkan, perubahan struktur kelas ini memiliki kemiripan dengan konflik antara proletar dan borjuis pada masa lalu. Dahulu, konflik terjadi karena penguasaan alat produksi dan modal.
Kini, konflik serupa dapat muncul akibat penguasaan teknologi, di mana akses dan kemampuan mengelola teknologi menjadi sumber utama ketimpangan sosial.
Singularitas: Kala AI Melampau Kecerdasan Manusia
Ada sebuah teori yang mengatakan bahwa akan ada masa di mana kecerdasan AI melampaui kecerdasan manusia, yang biasa disebut sebagai AI singularity atau technological singularity.
Apa implikasi dari terjadinya fenomena tersebut?
Salah satu risiko/peluang yang dapat terjadi adalah berkaitan dengan eksistensi manusia itu sendiri. Barangkali manusia dapat menjadi satu dengan AI dan berubah menjadi spesies lain. Atau barangkali manusia akan punah.
Berikut, saya sertakan sumber jika Anda tertarik dengan teori ini:
- Good, I. J. (1966). Speculations Concerning the First Ultraintelligent Machine. In Advances in computers (pp. 31–88).
- Vinge, V. (1993, December 1). The coming technological singularity: How to survive in the post-human era. NASA Technical Reports Server (NTRS).
- Kurzweil, Ray (2005). The Singularity is Near: When Humans Transcend Biology. Viking Press.
Penutup
Sebenarnya apa yang menjadi landasan ketakutan kami terhadap AI? Menurut saya, penyebab terbesarnya adalah potensi ancaman yang belum bisa diidentifikasi oleh banyak orang.
AI berbeda dari alat lainnya. AI dibuat untuk meniru manusia ini — dengan pemrosesan data yang luar biasa hebat. AI memiliki hampir semua sensor untuk menggantikan indera manusia. AI memiliki kecepatan belajar yang luar biasa cepat dibandingkan manusia. Oleh karena itu, AI berpotensi untuk menggantikan umat manusia.
The development of full artificial intelligence could spell the end of the human race. -Stephen Hawking